KELEMAHAN DAN
TANTANGAN SIK
A. Kelemahan
Sistem Informasi Kesehatan
Kelemahan dari sistem
informasi kesehatan adalah dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi, persebaran sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi
tidak merata, biaya awal yang cukup mahal meski selanjutnya lebih
murah(investasi jangka informasi).
Analisis situasi sistem informasi kesehatan
dilakukan dalam rangka pengembangan sistem informasi kesehatan. Sistem
informasi kesehatan bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan bagian fungsional dari sistem kesehatan yang dibangun dari himpunan
atau jaringan sistem-sistem informasi dari level yang paling bawah. Misal:
sistem informasi kesehatan nasional dibangun dari himpunan atau jaringan sistem
informasi kesehatan provinsi. Sistem informasi kesehatan dikembangkan dalam
rangka mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan kesehatan Indonesia,
yaitu Indonesia sehat 2025. Visi dan misi ini tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) yang disusun pada tahun 2005
untuk kurun waktu 20 tahun, dan diuraikan menjadi Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Kesehatan (RPJM-K) yang dievaluasi setiap 5 tahun. RPJM-K yang berlaku
sekarang adalah RPJM-K ke-dua yang berlaku dari tahun 2010 sampai dengan 2014,
dengan visi: Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Visi ini akan
tercapai dengan baik apabila didukung oleh tersedinya data dan informasi akurat
dan disajikan secara cepat dan tepat waktu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pencapaian visi ini memerlukan dukungan sistem informasi kesehatan yang dapat
diandalkan.
Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka
diperlukan suatu analisis dari sistem informasi kesehatan yang tepat guna, agar
sistem informasi kesehatan yang dikembangkan benar-benar dapat mendukung terwujudnya
visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Analisis situasi yang
dilakukan salah satunya dapat menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT yaitu
analisis antarkomponen dengan memanfaatkan deskripsi SWOT setiap komponen untuk
merumuskan strategi pemecahan masalah, serta pengembangan dan atau perbaikan
mutu sistem informasi kesehatan secara berkelanjutan.
SWOT merupakan akronim dari Strength (kekuatan/kondisi
positif), Weakness(kelemahan internal sistem), Opportunity (kesempatan/
peluang sistem), dan Threats(ancaman/ rintangan/ tantangan
dari lingkungan eksternal sistem). Kekuatan yang dimaksud adalah kompetensi
khusus yang terdapat dalam sistem, sehingga sistem tersebut memiliki keunggulan
kompetitif di pasaran. Kekuatan dapat berupa: sumber daya, keterampilan,
produk, jasa andalan, dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pesaing
dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan masyarakat di dalam atau
di luar sistem. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber daya,
keterampilan dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kerja
sistem informasi kesehatan. Adapun peluang adalah berbagai situasi lingkungan
yang menguntungkan bagi sistem tersebut, sedangkan ancaman/tantangan merupakan
kebalikan dari peluang. Tantangan yang mungkin muncul sehubungan dengan
pengembangan sistem informasi kesehatan pada dasarnya berasal dari dua
perubahan besar yaitu tantangan dari otonomi daerah dan tantangan dari
globalisasi. Dengan demikian ancaman/tantangan adalah faktor-faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan sistem.
Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh
dalam melakukan analisis strategis. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan
untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan peluang serta
berperan untuk meminimalisasi kelemahan sistem dan menekan dampak ancaman yang
timbul dan harus dihadapi. Analisis SWOT dapat diterapkan dalam tiga bentuk
untuk membuat keputusan strategis, yaitu:
1. Analisis SWOT memungkinkan penggunaan kerangka
berfikir yang logis dan holistik yang menyangkut situasi dimana organisasi
berada, identifikasi dan analisis berbagi alternatif yang layak untuk
dipertimbangkan dan menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan paling
ampuh.
2. Pembandingan secara sistematis antara peluang
dan ancaman eksternal di satu pihak, serta kekuatan dan kelemahan internal di
pihak lain.
3. Analisis SWOT tidak hanya terletak pada
penempatan organisasi pada kuadran tertentu akan tetapi memungkinkan para
penentu strategi organisasi untuk melihat posisi organisasi yang sedang
dianalisis tersebut secara menyeluruh dari aspek produk/ jasa/ informasi yang
dihasilkan dan pasar yang dilayani.
Dalam melakukan analisis situasi menggunakan
analisis SWOT, maka langkah-langkahnya adalah:
1. Langkah 1: Identifikasi kelemahan dan ancaman
yang paling mendesak untuk diatasi secara umum pada semua komponen.
2. Langkah 2: Identifikasi kekuatan dan peluang
yang diperkirakan cocok untuk mengatasi kelemahan dan ancaman yang telah
diidentifikasi lebih dahulu pada Langkah 1.
3. Langkah 3: Masukkan butir-butir hasil
identifikasi (Langkah 1 dan Langkah 2) ke dalam Pola Analisis SWOT seperti
berikut.
Gambar
1. Pola Deskripsi dalam Analisis SWOT
Pada waktu mengidentifikasikan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dalam sistem informasi kesehatan, perlu diingat
bahwa kekuatan dan kelemahan merupakanfaktor internal yang
perlu diidentifikasikan di dalam sistem, sedangkan peluang dan ancaman merupakan faktor
eksternal yang harus diidentifikasi dalam lingkungan eksternal sistem.
Lingkungan eksternal suatu sistem informasi kesehatan dapat berupa: pemerintah,
masyarakat luas, stakeholder internal dan eksternal, dan
pesaing. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan, atau jika terlalu
banyak, dapat dipilah menjadi analisis SWOT untuk komponen masukan, proses, dan
keluaran.
Masukan termasuk
fisik dan non fisik. Masukan fisik berupa sumber daya manusia, pembiayaan,
sarana-prasarana, metode, hardware dan software pendukung, market dan manajemen
waktu (7M=man, money, material, methode, machine, market dan minute).
Masukan non fisik berupa data kesehatan.
Proses berupa
pengelolaan sistem (data) hingga menjadi informasi, termasuk tatapamong,
manajemen dan kepemimpinan, dan kerja sama.
Keluaran berupa
jenis informasi yang dihasilkan, termasuk model dan media informasi, publikasi,
dan pengguna informasi.
4. Langkah 4: Rumuskan strategi atau
strategi-strategi yang direkomendasikan untuk menangani kelemahan dan ancaman,
termasuk pemecahan masalah, perbaikan, dan pengembangan program secara
berkelanjutan. Analisis untuk pengembangan strategi pemecahan masalah dan
perbaikan/pengembangan program itu digambarkan pada Gambar 2.
5. Langkah 5: Tentukan prioritas penanganan
kelemahan dan ancaman itu, dan susunlah suatu rencana tindakan untuk
melaksanakan program penanganan.
Hasil analisis SWOT dimanfaatkan untuk
menyusunan strategi pemecahan masalah, serta pengembangan dan atau perbaikan
mutu sistem secara berkelanjutan. Jika kekuatan lebih besar dari kelemahan, dan
peluang lebih baik dari ancaman, maka strategi pengembangan sebaiknya diarahkan
kepada perluasan/pengembangan sistem, sedangkan jika kekuatan lebih kecil dari
kelemahan, dan peluang lebih kecil dari ancaman, maka sebaiknya strategi
pengembangan lebih ditekankan kepada upaya konsolidasi ke dalam, melakukan
penataan sistem dan organisasi secara internal dengan memanfaatkan kekuatan dan
peluang yang ada, dan mereduksi kelemahan di dalam dan ancaman dari luar.
Analisis itu dapat digambarkan sebagai berikut.
Contoh penerapan deskripsi SWOT pada sistem
informasi kesehatan nasional berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan
(tahun 2012) pada Pusat Data dan Informasi, dan unit-unit lain di Kementerian
Kesehatan, serta unit di luar sektor kesehatan maka diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dalam sistem informasi kesehatan, seperti
tampak dalam tabel di bawah ini. Hasil deskripsi ini kemudian dianalisis dan
selanjutnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana
jangka menengah pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional
selanjutnya.
Tabel 1: Deskripsi SWOT
STRENGTH
( KEKUATAN )
|
WEAKNESSES
( KELEMAHAN )
|
·
Indonesia telah
memiliki beberapa legislasi terkait SIK (UU Kesehatan, SKN, Kebijakan dan
strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA).
·
Tenaga pengelola
SIK sudah mulai tersedia pada tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
·
Infrastruktur
teknologi informasi dan komunikasi tersedia di semua Provinsi dan hampir
seluruh Kabupaten/kota
·
Indikator kesehatan
telah tersedia.
·
Telah ada sistem
penggumpulan data secara rutin yang bersumber dari fasilitas kesehatan
pemerintah dan masyarakat.
·
Telah ada inisiatif
pengembangan SIK oleh beberapa fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit,
Puskesmas dan Dinas Kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
·
Diseminasi data dan
informasi telah dilakukan, contohnya hampir semua Provinsi dan Kabupaten/kota
dan Pusat menerbitkan profil kesehatan.
|
·
SIK masih
terfragmentasi (belum terintegrasi) dan dikelola berbagai pihak sehingga
terdapat “pulau-pulau informasi”.
·
Legislasi yang ada
belum kuat untuk mendukung integrasi SIK.
·
Tidak terdapatnya
penanggung jawab khusus SIK (petugas SIK umumnya masih rangkap jabatan).
·
Tenaga Pengelola
SIK umumnya masih kurang diakui perannya, pengembangan karir tidak jelas dan
belum ada jabatan fungsionalnya.
·
Terbatasnya
anggaran untuk teknologi informasi dan komunikasi khususnya untuk
pemeliharaan.
·
Indikator yang
digunakan sering kurang menggambarkan “subjek” yang diwakili.
·
Belum terbangunnya
mekanisme aliran data kesehatan baik lintas program (Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota) maupun lintas sektor.
·
Masih lemahnya
mekanisme monitoring, evaluasi dan audit SIK.
·
Kualitas data masih
bermasalah (tidak akurat, lengkap, tepat waktu)
·
Penggunaan
data/informasi oleh pengambil keputusan dan masyarakat masih sangat rendah
|
OPPORTUNITIES
( PELUANG )
|
THREATHS ( ANCAMAN
)
|
·
Kesadaran akan
permasalahan kondisi SIK dan manfaat eHealth mulai meningkat pada
semua pemangku kepentingan terutama pada tingkat manajemen Kementerian
Kesehatan.
·
Telah ada peraturan
perundang-undangan terkait informasi dan TIK.
·
Terdapatnya
kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi, memberikan peluang
dalam pengembangan jabatan fungsional pengelolaan SIK.
·
Terdapat jenjang
pendidikan informasi kesehatan yang bervariasi dari diploma hingga sarjana di
perguruan tinggi.
·
Para donor menitik
beratkan program pengembangan SIK.
·
Registrasi vital
telah dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan telah mulai dengan
proyek percobaan di beberapa Provinsi.
·
Adanya inisiatif
penggunaan nomor identitas tunggal penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri
yang merupakan peluang untuk memudahkan pengelolaan data sehingga menjadi
berkualitas.
·
Kebutuhan akan data
berbasis bukti meningkat khususnya untuk anggaran (perencanaan) yang berbasis
kinerja.
|
·
Dengan Otonomi
daerah, terkadang pengembangan SIK tidak menjadi prioritas.
·
Rotasi tenaga SIK
di fasilitas kesehatan Pemerintah tanpa perencanaan dan koordinasi dengan
Dinas Kesehatan telah menyebabkan hambatan dalam pengelolaan SIK.
·
Sebagian program
kesehatan yang didanai oleh donor mengembangkan sistem informasi sendiri
tanpa dikonsultasikan atau dikoordinasikan sebelumnya dengan Pusat Data dan
Informasi dan pemangku kepentingannya.
·
Komputerisasi data
kesehatan terutama menuju data individu (disaggregate) meningkatkan risiko
terhadap keamanan dan kerahasiaan sistem TIK.
·
Kondisi geografis
Indonesia yang sangat beragam dimana infrastruktur masih sangat lemah di
daerah terpencil sehingga menjadi hambatan modernisasi SIK.
|
B. Tantangan
Sistem Informasi Kesehatan
Seperti kita ketahui bahwa dalam penerapan Sistem Informasi Kesehatan di
Indoensia tentunya tidak mudah. Beberapa tantangan dalam implementasinya masih
banyak kita temui sehingga memerlukan kebijakan dan kerjasama yang terintegrasi
di dalamnya. Diantaranya tantangan tersebut adalah
1. Globalisasi. Banyak ragam perangkat lunak Sistem
Informasi Kesehatan sehingga membingungkan unit operasional dalam menginputnya.
Juga membingungkan pihak pengambil kebijakan dalam menentukan model dan sistem
yang nantinya akan digunakan guna menghasilkan input, proses dan output yang
maksimal sesuai dengan kebutuhan yang ada.
2. Tantangan ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah. Ini berkaitan dengan ketersediaan
kemampuan keuangan pemerintah dalam menyediakan budgeting guna operasional dan penyiapan
perangkat lunak dan perangkat keras dalam implementasi Sistem Informasi
Kesehatan.
3. Tantangan untuk membangun jejaring lintas unit dan lintas sektor. Tantanngan ini terkait integrasi
dalam menyatukan input Sistem Informasi Kesehatan yang lintas sektor. Karena
masing – masing sektor atau unit punya definisi dan aplikatif sendiri dalam
meninterpretasikan datanya. Masing-masing Sistem Informasi cenderung untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya menggunakan cara dan format
pelaporannya sendiri. Sehingga unit – unit operasional dalam melaporkan datanya
terbebani. Dampaknya informasi yang di hasilkan kurang akurat.
4. Ancaman keamanan informasi. Ancaman ini tentunya tidak dapat di pandang sebelah
mata karena faktor keamanan informasi menjadi penting terkait dengan jenis data
dan informasi yang menjadi input dan output yang nanti dihasilkan.
5. Tantangan otonomi daerah. Ini sebagai implementasi dari UU No. 2 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga daerah punya otoritas
dalam menentukan arah kebijakan sendiri termasuk di dalamnya mengenai arah
kebijakan Sistem Informasi Kesehatan untuk kabupatennya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Dasar Penyeliaan Jaminan
Mutu Di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehtan Masyarakat.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 932 tahun 2002),Cetakan Kedua. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005 – 2025. Jakarta: Depkes RI. http://www.depkes.go.id.
Kepmenkes RI No. 192/MenKes/SK/VI/2012
tantang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sitem Informasi Kesehatan Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2010.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id.
Sabarguna, Boy; Safrizal, Heri. 2007. Master Plan Sistem Informasi
Kesehatan. Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY.
Siagian S.P. 2004. Manajemen Strategik, Cetakan
ke-lima. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sulaeman E,S. 2011. Manajemen Kesehatan, Teori dan
Praktek di Puskesmas. Jogjkarta: Gadjah Mada University Press.
http://litesite.blogspot.co.id/2014/09/sistem-informasi-kesehatan-sik.html ( Diakses pada 22 September 2017, pukul 19:32 Wita).
https://oshigita.wordpress.com/2014/01/21/analisis-situasi-sistem-informasi-kesehatan/ (Diakses pada
23 September 2017, pukul 19:38 Wita).
http://akreditasipuskesmas.org/5-tantangan-sistem-informasi-kesehatan-di-indonesia/
(Diakses pada 24 September 2017, pukul 16:45 Wita).
Komentar
Posting Komentar